Breaking News

Huzrin: Rempang Bisa Jadi Momentum Bangkitnya Ekonomi Cita-cita Hang Nadim


Batam-www.jejakkasus.id | Huzrin Hood, Ketua Majelis Rakyat Kepulauan Riau (Kepri), menaruh perhatian penuh dalam rencana pengembangan Pulau Rempang, Kecamatan Galang, Kota Batam, melalui Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City. 

Hal ini disampaikan Huzrin Hood, beberapa hari lalu, pada Ramon Damora dalam Podcast Ruang Lapang, yang ditayangkan di channel youtube Bos Anto Show. 

Bahkan tokoh sentral pembentukan Provinsi Kepri ini menyebut, bisa jadi ini merupakan tonggak sejarah bangkitnya ekonomi Melayu, sebagai mana yang dicita-citakan Laksamana Hang Nadim di masa silam. 

Karena dulunya, Pulau Galang yang merupakan tempat lahirnya Hang Nadim pernah menjadi pusat pembuatan kapal-kapal perang yang terkenal di zamannya.

Sehingga, tak menutup kemungkinan bangkitnya ekonomi di kawasan Rempang, Galang, saat ini, masyarakat Melayu hidup dengan layak merupakan semangat Hang Nadim. 

"Saya kira semangat Hang Nadim ini akan bangkit hari ini jika kita betul-betul menjunjung budaya Melayu yang kita junjung tinggi,” ujar Huzrin Hood.

Dalam podcast tersebut Huzrin Hood sangat menyayangkan kondisi saat ini, di mana terjadinya gesekan antara masyarakat dengan pemerintah, karena menolak untuk direlokasi. 

Hal tersebut kemudian menjadi celah, bagi sebagian orang untuk menolak investasi tersebut, bahkan ada upaya untuk menggagalkannya. 

Padahal, masyarakat Melayu sendiri, khususnya di Rempang dan Kepri, tak ada yang menolak masuknya investasi tersebut asalkan hak-hak masyarakat terpenuhi.

“Masyarakat sepakat, investasi oke, tapi relokasi perlu dirundingkan. Gerisman (Tokoh Masyarakat Rempang) pernah tunjukkan peta, kami ini ke sini saja, investasi ke sini dengan peta laut itu, tapi mereka (dengan pemerintah) tak pernah bertemu,” ungkap Huzrin Hood.

𝗨𝘀𝘂𝗹 𝗗𝗶𝗴𝗲𝗹𝗮𝗿 𝗠𝘂𝘀𝘆𝗮𝘄𝗮𝗿𝗮𝗵 𝗔𝗴𝘂𝗻𝗴
Huzrin Hood, yang pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Riau ini sependapat yang disampaikan Presiden RI, Joko Widodo, terjadinya kondisi saat ini karena kurang bagusnya komunikasi di awal dengan masyarakat setempat.

Sehingga dia menyarankan untuk digelarnya Musyawarah Agung. Selain mencari solusi konkret juga merajut kembali tali silaturahmi. Selain itu agar tidak ada pihak-pihak yang memanfaatkan masalah ini sehingga membuat gangguan Kamtibmas. Bahkan dia bersedia menjadi mediator.

“Kami menawarkan beri jangka waktu, jangan dipatok tanggal 28 September harus selesai, sosialisasikan lagi kembali untung rugi, manfaatnya pada masyarakat, satukan lagi hati semua pihak. Saya khawatir unsur-unsur lain mengganggu masuk," tegasnya.

Sebagai Ketua Majelis Rakyat Kepri, Huzrin bersedia menjadi mediator asal ada penunjukan dari Presiden. 

"Saya diberi mandat saya akan di tengah-tengah. Atau ada tokoh lain yang dirasa mampu menjadi panitia Musyawarah Agung ini. Tanpa perundingan dan penengah akan sulit terwujud,” kata Huzrin Hood, yang kemudian mencontohkan keberhasilan Jusuf Kalla saat menjadi mediator dalam perdamaian Aceh.

𝗜𝗸𝘂𝘁 𝗧𝘂𝗿𝘂𝗻 𝗟𝗮𝗻𝗴𝘀𝘂𝗻𝗴 𝗦𝗼𝘀𝗶𝗮𝗹𝗶𝘀𝗮𝘀𝗶 
Di awal podcast Huzrin Hood berbicara sejarah terbentuknya Majelis Rakyat Kepri. Dibentuk tahun 2015, yakni di masa periode kedua kepemimpinan almarhum Muhammad Sani sebagai Gubernur Kepri. Tujuannya, memberi masukan dari luar pemerintah. Seperti halnya yang dilakukan Majelis Rakyat Papua, Aceh, Riau dan majelis rakyat yang ada di provinsi lainnya.

Nah, hal inilah jugalah yang dilakukan Majelis Rakyat Kepri dalam kasus rencana pembangunan di Pulau Rempang.

Sejak ditandatanganinya MoU oleh Pemerintah Indonesia dengan produsen kaca asal China, Xinyi Group, Majelis Rakyat Kepri langsung memberikan saran dan masukan agar mengedepankan musyawarah mufakat. Selain pada pemerintah juga disampaikan pada masyarakat.

“Setelah ditandatangani MoU saya ikut sosialisasi di Pantai Melayu. Saya sampaikan kedepankan musyawarah mufakat, apa yang akan dikerjakan dan menjadi hak masyarakat harus disepakati bersama-sama,” ungkap Huzrin.

Selain di Pantai Melayu, dia juga ikut memberikan masukan dalam pertemuan di Harmoni One, Batam Center, sehari jelang pecahnya bentrok antara masyarakat dengan Tim Gabungan di Jembatan 4 Barelang, 7 September 2023, lalu. 

Di mana saat itu masyarakat memblokir jalan agar Tim Gabungan yang akan melakukan pengukuran lahan di Pulau Rempang, tak bisa masuk.

“Berjalan waktu belum ada kesepakatan, akhirnya kami surati Presiden, Walhi, DPR. Tak ada tanggapan akhirnya kami berbicara ke media, sejak itu baru viral,” ungkapnya.

Menurut pandangannya, dalam menyelesaikan masalah Rempang ini tak bisa buru-buru. Pemerintah harus bijak. Merangkul semua pihak. 

Contohnya, yang pernah dilakukan Perdana Menteri Mahathir Mohammad dalam membangun Putra Jaya, sebagai pusat pemerintahan Malaysia. Saat itu Mahathir berhasil menyatukan dua pihak yang bersebrangan sehingga Putra Jaya dapat dibangun. 

Atau contoh lainnya, rencana pembangunan Bandara Hang Nadim, yang awalnya direncanakan akan dibangun di daerah Sagulung. Karena saat itu penduduk Sagulung dilihat sudah banyak di area bandara maka, kemudian pembangunan bandara di alihkan ke daerah Batubesar, yang saat itu masih sepi penduduk.

Solusi semacam itu bisa juga diterapkan di kasus Rempang. Semu pihak kembali diajak berembuk kembali. Melalui Musyawarah Agung tersebut. Dengan harapan ada solusi yang dapat memuaskan semua pihak.

Contohnya, jika tetap ada yang direlokasi harus bertahap. Tanpa memaksakan batas waktu yang diberikan selama ini. Atau lokasi pabriknya yang sedikit digeser, sehingga tak berdekatan dengan pemukiman masyarakat. Sehingga dampak-dampak negatif, seperti polusi dapat dihindari. (Nursalim Turatea) www.jejakkasus.id
© Copyright 2022 - JEJAKKASUS.ID