PURWOREJO - Dua warga negara Jepang, Teiji Toyonaga dari Nagoya dan Leon Kurokami dari Osaka, menjalani prosesi ikrar syahadat di Majelis Dzikir Ngudi Roso, Kalijambe, Purworejo, Jawa Tengah, Sabtu (29/11/2025). Prosesi ikrar syahadat tersebut dipandu oleh KH Athoilllah Mustahal Asyari, pengasuh Ponpes Asy'ariah Kalibeber Wonosobo, dan berlangsung dalam suasana khidmat. Acara disaksikan para pemuka agama dan warga, serta berlangsung di bawah pengasuhan KH Ahmad Daud, selaku pengasuh Majelis Dzikir Ngudi Roso. Dalam kesempatan itu, Teiji memperbarui syahadatnya, sementara Leon resmi memeluk Islam.
Teiji mengisahkan awal ketertarikannya pada Islam bermula sejak lama, saat ia menetap di Indonesia lebih dari 25 tahun. Setelah tinggal tiga tahun di Bali paska peristiwa bom Bali, ia kemudian berpindah-pindah ke berbagai kota untuk kebutuhan bisnis. Interaksinya dengan masyarakat Indonesia membuatnya merasakan sesuatu yang berbeda dari budaya Jepang. “Orang Indonesia itu ketika susah tetap bisa senyum. Kalau dilihat dari orang Jepang, itu kok bisa? Lama-lama saya tertarik. Saya pikir mungkin ini karena ajaran agama,” ujarnya.
Ia mulai mengenal Islam sekitar tahun 2014–2015 dari seorang guru di Bogor dan sering mengikuti kegiatan ziarah. Dari proses itulah hatinya mantap untuk memperbarui syahadat. Teiji bersyukur keluarganya di Jepang memberi dukungan. “Tidak ada masalah. Respon orang tua positif, saya juga pernah membasuh kaki ibu saya seperti adab dalam Islam yang pernah saya dengar” katanya.
Saat ini, Teiji semakin serius mendalami Islam. Ia belajar selawat bersama Gus Adi dan berniat mempelajari Al-Qur’an secara lebih intensif dengan bimbingan Abah Atho. Sebagai sarana belajar mandiri, ia rutin membuat konten YouTube dua hari sekali. “Sudah ada sekitar 130 video, meski followers masih di bawah 500,” ujarnya sambil tertawa.
Sementara itu, keputusan Leon menjadi mualaf didasari rasa bakti dan penghormatan kepada ayahnya. Leon memiliki latar belakang keluarga multikultural: ayahnya berasal dari Pakistan dan beragama Islam, sedangkan ibunya asli Jepang. Setelah memasuki usia dewasa, Leon merasa perlu menyambung kembali jejak spiritual ayahnya yang telah meninggal. Leon ingin masuk Islam terlebih dahulu agar proses belajar agamanya tidak setengah-setengah. “Saya ingin berbakti sebagai keturunan bapak,” jelasnya. Leon juga memiliki rencana menziarahi makam ayahnya saat pulang ke Jepang agar dapat mendoakan dengan lebih sempurna sebagai sesama Muslim.
Selain itu Leon juga menjelaskan bahwa dia ingin sekali menjadi jembatan bagi para pemuda muslim di Indonesia untuk punya hubungan baik dengan warga Jepang. Bisa dengan sembari bekerja disana, sekaligus memberikan pengetahuan tentang Islam di Jepang.
"Kebetulan saya bekerja di perusahaan ekspor dan impor, dimana nanti akan sangat sering berhubungan dengan orang Indonesia, dan teman-teman di Indonesia sebenarnya banyak yang kreatif dan cerdas. Semoga kehadiran saya bisa bermanfaat untuk teman-teman disini," jelasnya.
KH Athoilllah Mustahal Asyari mengapresiasi keputusan kedua warga Jepang itu dan menegaskan bahwa Islam hadir untuk merangkul siapa saja. “Islam itu lebih familiar, lebih bisa menerima semua perbedaan,” ujarnya. Ia juga menjelaskan bahwa pembaruan syahadat yang dilakukan Teiji adalah hal lazim. “Dalam shalat saja kita bersyahadat berulang kali. Itu bagian dari memperbarui keyakinan,” tuturnya. Ia berharap keduanya istiqamah dan mempelajari Islam secara mendalam sebagaimana ajaran rahmatan lil'alamin.
Acara ditutup dengan doa bersama, sementara warga tampak antusias menyambut dua saudara baru mereka dalam Islam. Malam di Kalijambe itu menjadi saksi bahwa hidayah kadang datang dari arah yang tak disangka, menjembatani jarak budaya, bahasa, dan bangsa, lalu menyatukannya dalam satu kalimat sederhana yang mengubah segalanya. (imron pwrjo)
Mustakim
www.jejakkasusgroup.co.id


Social Header