PURWOREJO – Sengketa tata ruang antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purworejo dan pemilik tempat usaha Zamrud Katulistiwa 2, Hengky Wijaya Kusuma, dipastikan lanjut ke meja hijau. Upaya mediasi ketiga yang digelar di Pengadilan Negeri Purworejo pada Kamis (25/09/2025) secara resmi dinyatakan gagal oleh Hakim Mediator, Agus Supriono, SH, MH, sehingga persoalan ini akan dilanjutkan ke pemeriksaan pokok perkara.
Pihak Pemkab Purworejo, melalui Kepala Bagian Hukum Setda Purworejo, Puguh Triatmoko, SH, MH, menyatakan pihaknya tidak dapat memenuhi permintaan dari pihak penggugat (Hengky Wijaya Kusuma) dalam mediasi tersebut. Pemkab bersikukuh bahwa tindakan mereka adalah murni penegakan peraturan daerah (Perda) terkait tata ruang, bukan bentuk kesewenang-wenangan.
Menurut Puguh, lahan yang digunakan oleh penggugat untuk mendirikan bangunan, yang sebelumnya telah diberi sanksi administratif berupa pembongkaran, berada di zona hijau atau lahan pertanian.
"Perlu kami sampaikan bahwa kode tanah S3 itu tetap masuk dalam zona tanah pertanian," jelas Puguh. "Artinya, ketika di lahan itu didirikan bangunan, mestinya harus ada alih fungsi dulu."
Ia menegaskan, berdasarkan Perda Tata Ruang Nomor 10 Tahun 2021 (dan Perda sebelumnya Nomor 27 Tahun 2011), zona tersebut adalah zona hijau. Oleh karena itu, pembangunan di lahan pertanian merupakan pelanggaran tata ruang.
Pemkab Purworejo berdalih telah menerapkan asas-asas pemerintahan yang baik, termasuk memberikan peringatan tertulis kepada Hengky Wijaya Kusuma sejak tahun 2022 sebelum pembongkaran dilakukan, namun tidak diindahkan.
"Ini adalah langkah tegas dari pemerintah daerah untuk menegakkan peraturan yang terkait dengan tata ruang," tambah Puguh, sembari menekankan agar masyarakat pada umumnya juga memastikan zonasi lahan sebelum melakukan aktivitas pembangunan.
Di sisi lain, Yosua Riodoma Sihotang, SH, selaku kuasa hukum Hengky Wijaya Kusuma, menyatakan keberatan terhadap sikap Pemkab Purworejo. Mereka menghargai tawaran Pemkab, namun tetap mempersoalkan beberapa hal.
Pertama, pihak penggugat menyatakan telah membangun di tanah milik pribadi sesuai sertifikat, bukan di tanah negara, dan menggunakan uang sendiri. Kedua, mereka merasa proses pembongkaran tidak dilakukan sebagaimana mestinya. Ketiga, yang menjadi poin utama keberatan mereka adalah ketiadaan ganti rugi dari Pemkab.
"Kami berharap Pemda untuk dipikirkan ganti ruginya, jika tidak bisa ganti rugi dicarikan lahan yang sesuai," ujar Yosua.
Mengenai klaim telah diberikan teguran tertulis, Yosua mengatakan bahwa mereka mendirikan bangunan di atas tanah dengan sertifikat dan bukti-bukti lain, termasuk dari kepala desa/kelurahan, yang menunjukkan itikad baik.
Meskipun mediasi gagal, pihak penggugat menyatakan tidak masalah dan siap melanjutkan ke pemeriksaan pokok perkara dengan menyiapkan bukti-bukti kepemilikan.
Mustakim
www.jejakkasusgroup.co.id


Social Header