Oebo, Kuanfatu , Jejakkasus.Id - Dua tokoh masyarakat Desa Oebo, Kecamatan Kuanfatu, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT—Bapak Esrom Toineno dan Bapak Peter Sae—mengaku tak lagi diundang dalam pertemuan-pertemuan resmi desa sejak beberapa waktu terakhir. Keduanya menduga hal ini disebabkan karena mereka kerap mengkritisi jalannya pembangunan yang dianggap tidak transparan dan tidak jelas realisasinya.
Kepada tim kami, Bapak Esrom Toineno menjelaskan bahwa sejak tahun 2022, desa telah merancang sejumlah program pembangunan, antara lain pemasangan lampu jalan, pengadaan fiber untuk rumah tangga, satu lubang WC untuk setiap lima kepala keluarga (KK), serta kolam ikan untuk tiap RT. Namun hingga kini, program-program tersebut tidak terlihat hasilnya.
> “Waktu itu kami rapat dan membahas semua itu, tapi sekarang tidak ada kejelasan. Kolam-kolam yang sudah digali malah ditutup karena tidak aman untuk anak-anak,” ujarnya.
Kolam ikan yang sempat digali menurut mereka dibiarkan terbengkalai, sehingga warga menutupnya sendiri karena dikhawatirkan menjadi tempat genangan air yang berbahaya bagi anak-anak yang bermain di sekitarnya.
Kritik yang disampaikan kedua tokoh tersebut tampaknya berujung pada pengucilan secara administratif. Mereka menyebut bahwa dalam rapat-rapat desa berikutnya, nama mereka tidak lagi tercantum dalam daftar undangan, bahkan untuk pertemuan penting terkait pembangunan.
> “Kami bicara bukan untuk kami pribadi, tapi untuk masyarakat. Tapi karena kami bicara terlalu jujur, sekarang sudah tidak diundang lagi,” kata Bapak Peter Sae.
Selain itu, mereka juga menyoroti ketidakjelasan distribusi bantuan dari dana desa, seperti bantuan empat ekor sapi dari ADD, yang hingga kini tidak diketahui siapa penerimanya. Begitu pula dengan proyek penanaman pohon yang menurut mereka hanya berakhir pada janji tanpa realisasi.
Bapak Esrom Toineno mengaku pernah menyampaikan di salah satu rapat bahwa program-program besar yang direncanakan perlu disesuaikan dengan kemampuan dasar desa, bahkan menyindir bahwa “untuk membeli bendera saja belum mampu, bagaimana mau bangun kantor desa dua lantai.”
Keduanya juga menyayangkan bahwa saat petugas Inspektorat turun ke desa, hasilnya tidak membawa dampak apapun terhadap proyek-proyek yang terbengkalai.
Harapan Mereka,
Bapak Esrom dan Bapak Peter kini hanya berharap agar ada pihak yang berwenang atau peduli yang bisa datang dan memeriksa langsung kondisi pembangunan di desa mereka. Mereka menekankan pentingnya transparansi, evaluasi, dan keberlanjutan pembangunan yang benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
> “Kami hanya ingin kejelasan. Jangan ada program baru sebelum program lama selesai. Jangan rakyat hanya dijadikan pendengar janji,” tutup Bapak Toineno.
Narasumber : Esrom Toineno & Pilter Sae
Jurnalis : Masyhuri




Social Header